My Hong Kong Life, Diary TKW Bab 7 (Penat Di Asrama PJTKI)

PENAT DI ASRAMA PJTKI

 

            Lelah dan penat berada di antara kehidupan orang-orang yang akan dieksport tenaganya ke luar negeri. Alkisah, berseliweran cerita berhantu yang dihadirkan di sana. Asrama yang kami tinggali angker! Dalam rumah induk, setiap kamar terdapat kamar mandi yang dilengkapi bath tub dan WC duduk bermerk Toto warna biru serta shower. Dari cerita yang berkembang, sampailah padaku berita tentang adanya kejadian ganjil di beberapa kamar mandi dalam kamar itu.

            Tengah malam sering ada bunyi orang lagi mandi dengan gemericik air keluar dari shower, ada suara perempuan menyanyi di ruang belakang. Dari hembusan cerita yang ditambah-tambah, suasana asrama menjadi seram. Kami tidak pernah berani mandi sendirian.

            Pengajian semakin digalakkan, mendatangkan kyai dari kampung terdekat. Suatu  malam yang mencekam, setelah semua pelajaran selesai, salah seorang dari kami menangis… Mbak Endah baru beberapa hari menjadi penghuni resmi asrama ini. Saat berangkat, dia belum sepasar/seminggu melahirkan, bayinya ditinggal di kampung. Dia cerita pada temannya kalau sedang kangen dengan anaknya, kalau bisa menggambarkan perasaannya saat itu… Berada di asrama tanpa kepastian kapan akan mendapatkan majikan, pun banyak teman-teman yang sudah menunggu lama lalu dipulangkan begitu saja dan harus memulai proses ulang dari awal.

            Setelah beberapa waktu menangis dan meraung-raung serta menjerit-njerit, kami berbondong-bondong datang membacakan surat yasin di dekat Mbak Endah, dia pun semakin menjerit berceloteh marah dengan tubuhnya terkapar di lantai yang terbuat dari keramik putih nan dingin. Yang kulihat dari kaos yang dipakainya, dadanya basah, salah seorang mak bilang kalau dia itu kuwalat meninggalkan bayinya padahal si bayi masih menyusu padanya. Mbak Endah pergi meninggalkan anaknya yang belum berumur seminggu, membuatnya mudah dirasuki roh-roh jahat penghuni asrama.

            Semakin Mbak Endah menjerit, semakin keras pula kami membaca ayat-ayat suci lalu ibu asrama memanggil pak kyai di kampung untuk membuatnya tenang. Akan tetapi semua itu tidak berakhir padanya begitu saja, kejadian menjerit-jerit dan berteriak histeris menular pada beberapa orang, mereka teriak berlarian dari lantai atas ke pelataran yang rimbun dengan beberapa pohon rambutan rindang yang banyak buahnya.  Di bawah temaram bulan di langit, membuatku seakan ikut menangis bersama mereka. Mbak Luluk bilang, jangan ikut serta dengan mereka. Biarkan saja semua itu terjadi. Mak Khusnul juga mendekatiku. Kuatkan hatimu An, mereka itu orang yang lemah makanya mudah dimasuki setan. Kesurupan itupun berakhir paginya.

            Kejadian serupa sering terjadi. Setelah belajar Psikologi, aku baru tahu kalau kesurupan dalam istilah psikologinya histeria konversi, penyebabnya bukanlah gangguan dari hantu setan dan sejenisnya tapi struktur kepribadian dan mental yang lemah dalam menyikapi masalah sehingga alam bawah sadarnya keluar mencari pemenuhan kesenangan. Alam bawah sadar (id) yang merupakan bagian dari struktur kepribadian masing-masing manusia itu kadang sama sekali berbeda dari perilaku yang biasa nampak (ego).

            Karena sedih yang mendalam, aku juga pernah di kamar menangis dengan Partini selama berjam-jam, aku menceritakan tentang keadaan keluarga, keinginan-keinginanku, cita-citaku dan lama menunggu di asrama tapi belum dapat majikan. Yang aku ingat, seberat-beratnya beban kesedihan yang aku tanggung setiap hari, coba aku curahkan semua beban di pundakku dengan kepasrahan pada Sang Khalik. Menyandarkan diri pada kehendakNya yang kami yakin menguji kami sebatas yang kami bisa. Sedikit lega kalau ingat kuasaNya. Allah pasti tahu yang terbaik mengajari kami, dengan pelajaran agar kami lebih tangguh menghadapi hidup di masa depan.

            Bersama dengan Mak Khusnul, kami sekamar melakukan sholat malam bersama, bertahajud. Berjajar rapi di sebuah kamar kosong yang tidak terpakai. Mak Khusnul juga melarang kami mengambil air wudhu sendirian, karena kita tidak boleh memiliki ketakutan terhadap makhluk ghaib terutama setan. Setan akan mengganggu kami jika terbersit ketakutan di hati kami. Sementara teman-teman tidur di kasur lipat berjajar seperti ikan cue, terlelap. Kami pun memakai mukenah putih dan berjungkat-jungkit lalu bersujud, memohon keselamatan dan kemudahan padaNya yang mengizinkan kami hidup berada di kawasan asrama, tanpa pengawasan dan perlindungan dari keluarga. Rasanya tak ada penghalang antara aku dengan Tuhan.

            Tidak lupa saat sholat dhuha kami mencuri waktu dari sekolah rutin untuk absen bersujud dan berdoa pada Allah. Teman-teman sekamarku kompak, kami sering bergantian izin dari sekolah untuk sholat dhuha dulu.

            Ini jalan pilihanNya untukku. Saat peringatan Isra’ Mi’raj di asrama dirayakan dengan mengadakan berbagai lomba. Salah satunya lomba qiraah. Aku bertemu Mery dan berduet dengannya saat lomba qiraah di asrama. Kami pun dapat hadiah dua kerudung dan dua gantungan kunci karena menduduki peringkat teratas. Kerudung, aku simpan dan bekal ke Hong Kong.

            “Oh… wong Jombang to? Pantesan pinter ngaji” ucap istri instruktur bahasa mandarin yang seorang hajjah.

            Wah, namaku dengan Mery semakin mencuat dan hangat dibicarakan oleh orang-orang kantor. Kalau dulu saat aku menjadi asisten instruktur bahasa kantonis ada yang bisik-bisik gini gitu karena aku hanya pandai bahasa tapi kurang gesit dalam bekerja tapi sekarang mereka percaya kalau aku punya kemampuan lain dan punya kharisma karena mendapat juara satu mengaji. Di kalangan instruktur pun aku menjadi dekat dan sering ngobrol bersama mereka.

            “Timkai lei mou hoei tai-hok keh?—mengapa kamu tidak masuk kuliah saja” tanya Chan Sang, instruktur yang lama tinggal di Hong Kong. Aku sama Ambar menyebutnya lelaki ham-ham sap-sap, karena menurut kami dia suka genit pada wanita, juga sesuai dengan cerita-ceritanya yang sudah melanglang dari Hong Kong-Cina-Taiwan sehingga beberapa dialek bahasa Cina yang dia kuasai, dan kegemarannya waktu muda suka pergi ke Macau.

            Ambar yang telah berpengalaman kerja di Hong Kong dua tahun itupun membantuku menjawab “Khoei siong liong nin katheng kung, kencii le khoei yiu hoi tai hok la… Dia ingin sukses bekerja di rumah tangga dua tahun setelah itu pulang dan pergi kuliah lah.”

            Aku pun mengangguk lagi… kelas Chang Sang lebih tinggi dari kelasku, tapi karena Liong Sang tidak hadir maka kami diikutkan beliau.

            ***

Leave A Comment