SELAMAT TINGGAL HONG KONG
Hari ini terakhir aku tinggal di Hong Kong, karena esok aku akan pulang ke Indonesia. Menyimpan semua pemandangan ini di ingatanku, sebagai tempat terindah untuk melihat Hong Kong views, kota yang penuh kesibukan dan teratur. Kuucapkan selamat tinggal dengan semua kenanganku saat bersama dengan teman-temanku semua di Hong Kong juga pertemanan singkat dengan Reihan.
Leung Thai memanggilku ke lantai atas di ruang keluarga. Dia memberiku kertas dan bolpen.
“Ani ah kolei lah, yika lei sei tai tim yong pou thong, thung mai tim yong lei cii sung kah, Yung yannai wa ke wo. Ani ke sinilah, sekarang kamu tulis gimana masak sup dan cara memasak lauk” perintah Leung Thai padaku
“Hou lah—baiklah”
“Nei Pou cung ah—kamu jaga diri ya.” Sahutnya di tengah-tengah aku menulis dan dia mendiktekan menu apa saja yang dia suka.
“Ngo cung keitak, yijin lei cenhai pei kik sei ngo lah, theng m meng tanhai yika to houti. Lei m sai thung Happy kong yikwo lei fan heongha. Aku masih ingat saat dulu, kamu sering membuatku jengkel, aku jelaskan tidak mengerti tapi sekarang bahasamu sudah bagus. Kamu jangan bilang sama Happy kalau pulang ke desa”
Aku pun mengiyakan apa yang Dia bilang.
“Theng yat sai m sai ngo sung nei kah? Besok perlu aku antar atau tidak”
“M sai lah Thai-thai, ngo jike seik hoi kala, hoei feikei chiong ngo tap pace hai pace cham choet pin kotou le… tidak perlu lah Nyonya, saya bisa pergi sendiri, pergi ke bandara naik bus di halte depan.”
“Kam hou lah, yikwo yaushi ta pei ngo lah, ngo thengyat mou fankung ke wo... Baguslah kalau begitu, jika ada masalah kamu telepon saya ya. Saya besok tidak kerja.”
Aku pun mengangguk lagi. Kudengar dari lantai dasar Leung Sang memanggilku. Setelah selesai menuliskan resep masakan, akupun beranjak ke bawah.
“Kolei lah, lei cho lah…niti hai lei ke yan kung, ngo pei nei yat chin man yung seik an cau, jinpo hai sei jin luk pak chat sap man… kemarilah, duduklah… ini gajimu sebulan dan aku beri kamu 1000 HKD untuk makan siangmu jumlah seluruhnya 4670 HKD
“Kem tou keh Sinsang? To ce sai lah Sinsang begitu banyak Tuan? Terima kasih banyak Tuan” ucapku sambil menerima uang pemberiannya dan tanda tangan di secarik kertas berisikan rincian uang yang aku terima.
“M sai hak hei lah—jangan sungkan” jawab dia sambil tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya di meja makan.
Pagi itu setelah Leung sang dan Chung-chung selesai sarapan, Leung sang mengucapkan kalimat terakhirnya sebelum aku meninggalkan rumahnya “Ani, yikwo lei hoi tai hok, lei yatteng yiu cun cou lek wo… kem che cici… coi kin ah jika kamu masuk kuliah, kerjakan yang terbaik, terima kasih banyak, sampai jumpa lagi” sambil senyum dan keluar menuju mobil, kubukakan pintu rumah dan pagar untuknya.
Aku pun menyahut” Lokyi cici ah Sinsang… pai-pai… dengan senang hati, selamat tinggal”
Thai-thai mengajakku ke pasar dengan naik minibus. Aku segera menunjukkan penjual daging langgananku, kemudian ke penjual ikan langgananku dan penjual sayur langgananku. Akupun bilang kalau kita harus menawar dulu sebelum membeli, lebih murah satu dua dollar lumayan. Aku sangat paham bosku sangat suka kalau aku hemat dan makanan yang aku sajikan segar dan enak tentunya.
Saat melihat penjual daging babi langgananku aku teringat saat awal kerja dulu. Entah, hari itu adalah hari yang membuatku serba salah sepanjang hari. Uang belanjaku ketinggalan sedangkan ATM Bank of Chinaku juga lagi kosong, aku pun dapat pinjaman dari Mbak Endah temanku di masjid yang dekat dengan pasar Sheung Shui yang hanya dapat meminjami 20 HKD, sehingga aku beranikan diri meminjam daging babi pada Apak itu, dan yang terjadi…
“Yau mei shi a aloi… ada apa anak muda?” tanyanya padaku yang kelihatan kebingungan
“Mhou yisi a Apak, m koi ngo che nei ke youk, pei ngo sap em man cii youk thung mai sap man min cii. Ngo mongkei tai chin ah… mohon maaf Paman, tolong saya pinjami daging babi Anda, beri saya 15HKD daging babi dan 10HKD babi giling. Saya lupa bawa uang” Pintaku sambil mungkin terlihat memelas karena kalau lagi bingung pasti suaraku terdengar lebih pelan dari biasanya.
“Tong nin… lei fong samlah… of course, kamu santai sajalah…”jawabnya santun
Aku tersenyum saat membeli lagi daging babi bersama Leung Thai dan berpamitan pada Apak baik hati.
“Apak ngo siong fan hai yannai ke wo, ngo siong hoi tai hok, kem pai-pai lah… Apak, saya akan pulang ke Indonesia, saya ingin ngampus, selamat tinggal”
“Kei hou lah amui, pou cung pat yip, coi kin, Baguslah adik, jaga dirimu baik-baik sampai jumpa lagi” sambil memberikan tas plastik berisi daging babi itu kepadaku.
Ini kali kedua Leung sang dan Apak, mereka tidak mau membalas dengan ucapan selamat tinggal… tapi sampai jumpa lagi… coi kin ah Heong Kong, ucapku lirih dalam hati saat melihat Hong Kong dari jendela pesawat yang kutumpangi.
Qui ascendit sine labore, descendit sine honore
Mereka yang naik tanpa kelelahan, akan turun tanpa kehormatan
***