RAMADHAN DAN LEBARAN
Puasa pertama di negeri orang? Aku sering menelepon keluargaku di rumah menanyakan kapan hadirnya ramadhan? Suasana yang ada berbeda jauh dengan Indonesia. Kalau di desa setiap sahur selalu ada yang bangunin dan suara orang mengaji Al Quran di masjid maupun musholah begitu akrab terdengar. Jangankan waktu puasa, waktu liburan pun adzan dari masjid tidak diperbolehkan sampai terdengar keluar, jadi masjidnya diberi peredam suara, alasannya agar tidak menggangu kenyamanan penduduk.
Aku dan Ena sibuk mempersiapkan datangnya ramadhan dengan mempersiapkan menu sahur. Tapi tetap saja menu andalan Indomie goreng plus baso cumi dan jus jeruk segar, hampir setiap hari selama ramadhan menu andalan kami mie, praktis memang! Itu pun masaknya malam, karena aku dilarang beraktifitas di luar kamarku saat jam tidur. Selain itu, targetku harus mendapatkan malam lailatul qadar dan semua doaku dikabulkan. Aku jadi rajin tarawih setelah semua pekerjaan selesai.
Besoknya saat siang, Ena menelponku memberi kolak pisang untuk berbuka, wah menggoda selera makan saja. Waktu puasa terhitung pendek dari jam setengah enam sampai dua belas jam berikutnya. Kami mendapatkan jadwal puasa, mulai dari waktu imsak sampai buka dari Islamic center. Dan tak kusangka Leung Thai menanyaiku.
“Ani ah… yika lei kamseik kem meh? M seik tak ti ye, yikwo yam tak m tak ah? sekarang kamu puasa? Tidak boleh makan ya, tapi kalau minum boleh kan?”
“M hoyi seik ye thung yam ti ye. Tidak boleh makan dan minum”
“Tim kai wui kem ka? Mengapa demikian?”
“Ngo paisan ama... saya sedang beribadah”
Waktu pun berlalu hingga lebaran tiba. Ena selalu menelponku saat bos keluar. Kami berdua saling meminta maaf dan saling menguatkan. Teringat kampung halaman dan saat berkumpul keluarga, bisa sholat Id bersama dengan segala kesederhanaan yang kami miliki. Lalu berkeliling ke rumah saudara. Kalau di Hong Kong, mungkin karena kita sudah mendapatkan gaji/yan kung tidak harus menunggu lebaran asal gajian bisa beli baju dengan model apa saja, tapi suasana keramaian bersama keluarga sungguh sangat kurindukan.
Kubaca surat dari adikku yang masih kelas empat SD, dia mengirimiku sepucuk surat ucapan lebaran, pandanganku tertuju di paragraf akhir tulisannya
Salam kangen dari jauh. Mudah-mudahan lebaran yang akan datang ning sudah ada di rumah bisa kumpul sama keluarga, dari Adik.
Lebaran waktu itu jatuh di hari Sabtu. Sehari sebelumnya Jum’at malam, tiba-tiba sekeluarga makan di luar dan pulang malam. Itu berarti aku punya banyak waktu untuk merayakannya di rumah itu sendirian. Setelah ke pasar membeli beberapa keperluan buka terakhir, aku pun membeli beberapa jenis manisan kering mulai mangga, plum dan asam sedangkan dari seafood ada ikan asin panggang pedas dan cumi kering panggang serta rumput laut dengan cake brownies isi wortel dan berlapis keju, tidak bisa bayangkan lezatnya makanan tersebut yang akan kubagi dengan Ena. Selera kami sedikitnya berubah terutama dalam hal makanan dan karena sering ke pasar bersama jadi apa yang menurutku enak aku rekomendasikan ke Ena dan dia mengikutiku serta sebaliknya. Makanan tersebut telah terkumpul di kamarku, aku taruh di loker, aku pun duduk di sofa menikmati legitnya brownies olahan Waihong.
Pekerjaanku tinggal membawa Happy keluar ke taman dan menyetrika pakaian sekeranjang setinggi satu meter dan lebar setengah meter, setiap hari aku menyetrika baju segitu. Setelah selesai makan aku pun segera membawa Happy jalan-jalan keluar. Setelah keluar dari kawasan villa, aku mengambil arah ke kiri. Dan duduk di depan Tin Ka Ping secondary school yang ada tepat di depan rumah bosku. Aku duduk di sana. Happy aku biarkan duduk di sampingku.
“Happy, ngo siong hai nguk khei… kinto ngoke kayan, yau mama, yau papa thung sailoko… yatjai paisan… ngo hou kwaji khoeitei kah… Happy, aku ingin sekali berada di rumah… bertemu keluargaku, ada Ibu, Bapak dan adik, bersama-sama sembahyangan… aku kangen banget sama mereka!”
Sepertinya Happy mengerti, moncongnya dia arahkan kepadaku, sambil lidahnya dijulurkan disertai desisan, matanya berkedip-kedip melihatku. Aku pun melihat ke langit yang mulai penuh bintang. Aku suka bintang sejak lama, melihat bintang adalah momen yang aku tunggu. Bintang bagiku adalah mahakarya yang membuatku kagum atas desain lampu gantung yang berjumlah jutaan bahkan milyaran tanpa aku mengerti sumber cahayanya darimana, walaupun secara teoritis bintang mempunyai sumber cahaya sendiri. Bintang adalah ayat Allah yang paling aku suka.
Sejak SMA aku melihat ada tiga bintang yang berjarak sama, berjajar berurutan membentuk garis lurus. Aku mencarinya saat di Hong Kong dan kutemukan, ternyata langit di Indonesia sama dengan langit yang ada di Hong Kong. Di saat aku merasa lemah dan capek tubuh ini tak tertahankan, sering membacakan sebuah ayat dari Al Quran. Kubaca dengan suara yang hampir serak karena menahan sesak di dadaku, sesak karena kurasa benar hanya Allah penolongku.
“Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia,
Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus makhlukNya,
Tak mengantuk dan tidak tidur.
MilikNya apa yang di langit dan apa yang ada di bumi
Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya?
Allah mengetahui apa yang ada di depan mereka
dan apa yang ada di belakang mereka
Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah,
Melainkan yang dikehendakiNya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi,
Dan Allah tidak merasa berat mengurus keduanya.”
Bahkan aku sering dalam beberapa hari harus merasakan perih dan kembung di perutku. Kalau keadaan itu sudah datang, aku membawa obat maag keluar sambil membawa botol berisi air putih sambil mengajak Happy keluar. Duduk di depan rumah bosku dan mengamati bosku di balik jendela kaca di lantai tiga yang sedang melihat TV. Aku paham secara fisik kadang aku jatuh sakit, tapi Alhamdulillah sakitku tahu waktu. Walaupun mangkuk nasi, mangkuk sup, piring lauk, sumpit dan sendok berikut peralatan masak belum aku cuci serta aku belum nyetrika tapi saat sakit malam itu aku masih bisa menghilangkan perih di lambungku dengan berlama-lama ngajak Happy keluar.
Siapa yang akan menolongku kalau bukan Allah? Kubisa mengecap manisnya iman saat di Hong Kong, saat aku tidak punya posisi tawar yang baik dengan perlindungan para pengusaha yang sebagian besar mengambil untung dari ketidakberdayaan dan ketidakmengertian helper Indonesia. Bahkan atas caraNya menyayangiku, Allah memberikan padaku bos seperti Po Shan yang memberitahuku bahwa di Hong Kong adalah negara dengan supremasi hukum paling baik se Asia, pelanggaran HAM sangat kecil. Itu artinya pemerintah Hong Kong sendiri telah melindungi para migran dengan baik. Hanya saja ironis, malah orang dari negara kami sendiri yang mengambil untung lebih banyak dari kami, para helper.
***