Impian Jojo
oleh: Aretha Poernomo
Jojo adalah siswa kelas 3 SD yang hidup bersama Ayah, Ibu, dan kedua saudaranya, Rena
dan Fira. Jojo berasal dari sebuah keluarga yang sangat sederhana dan tinggal di pinggiran
kota. Ayah Jojo banting tulang untuk menafkahi keluarganya sebagai penjual bakso keliling
dan Ibu Jojo yang membantu Ayah untuk menyiapkan bahan keperluan jualan. Kehidupan
keluarganya selalu dimulai di ruang tengah sebuah kontrakan yang difungsikan sebagai ruang
tv sekaligus ruang makan.
“Ini bekal untuk kalian. Jangan lupa dihabiskan” ucap Ibu sembari memasukan bekal makan
anaknya ke dalam masing – masing tas Rena, Jojo, Fira. “Oke Bu.” ucap Jojo namun
dilanjutkan dengan gumaman. “Bu, besok kan ada lomba basket, Jojo pengen ikut, hadiahnya
lumayan Bu kalau menang, 400 ribu” wajah Jojo terlihat bersemangat untuk meyakinkan Ibu
memperbolehkannya mengikuti lomba tersebut. “Emang kamu punya sepatu Jo?” Tanya
Rena sambil menyendok lauk sarapan. “Mana mungkin dia punya Kak, sepatunya yang
sekarang saja sudah robek, hahahah” ucap Fira adik Jojo sambil meledek. “Hushh ga boleh
kaya gitu Fir” Ibu menasihati Fira sambil menyenggol lengan. “Nahhh itu dia masalahnya
Yah, Bu. Kalau Jojo dibolehkan membeli sepatu baru…Jojo janji bakalan latihan tiap hari
biar bisa menang!” Jojo memberi kode kepada Ayah dan Ibunya agar dibelikan sepatu baru.
“Begini Joo, Ayah gak larang kamu mau ikut lomba basket, sepak bola, ataupun lomba
lainya. Ayah tau kamu punya ambisi yang sangat besar dan Ayah liat kamu punya potensi
yang kuat. Yang Ayah butuhkan dari kamu sekarang adalah pengertianmu Jo. Kamu tahu
sendiri kan, bagaimana kondisi keluarga kita saat ini. Dagangan Ayah akhir – akhir ini lagi
sepi Jo. Ayah pengen banget belikan kamu sepatu baru. Tapi ga sekarang ya.” ucap Ayah.
Ucapan ayahnya tersebut membuat Jojo yang tadinya nampak bersemangat menjadi lesu dan
murung. “Sudah, tenang saja Jo, kalau memang rezekinya pasti kamu nanti akan dapetin kok,
percaya deh sama Ibu.” Jari lembut Ibu sambil mengelus halus pundak Jojo dan
menyemangatinya. “Ayo anak-anak berangkat nanti kalian telat.” Ucap Ayah untuk
mengakhiri percakapan keluarganya tersebut sambil memanasi motor Supra yang setiap hari
ditungganginya untuk menghantarkan ketiga anaknya ke sekolah.
Sesampainya di sekolah mereka berpamitan kepada Ayahnya dan menuju kelas
masing-masing. Jojo di kelas 4, Rena di kelas 6, dan yang terakhir Fira di kelas 3. Gedung
Jojo dan Fira saling berdekatan sehingga mereka menuju ke gedung yang sama berbarengan.
Sedangkan Rena berpisah karena gedungnya yang terdapat di pojok sekolah tersebut. “Byeee
sampai nanti.” ucap Rena kepada kedua adiknya dengan ditanggapi oleh Fira “Bye kakak.”
Di tengah keheningan perjalanan menuju kelas Fira berucap “Kak aku dukung banget kalau
kakak ikut lomba itu.” ucap Fira. “Iya tau Fir tapi gimana caranya aku dapet duit buat beli
sepatu? mustahil banget kan?” ucap Jojo dengan nada pasrah “Hmmm gatau deh coba kamu
pikirkan sendiri, hihihihi.” Setelah itu mereka berpisah menuju kelas masing – masing.
Saat Jojo memasuki kelas, terdengar teman-temanya sedang membicarakan lomba tersebut.
Jojo menjadi semakin putus asa mendengar percakapan teman-temanya yang siap untuk
mengikuti lomba tersebut. “Gimana Jo, kamu jadi ikut lomba itu tidak?” tanya Gilvan teman
sebangku Jojo. “Ayolahhh Jo ikut, aku bakalan dukung kamu, kamu pasti menang, kamu kan
jago banget main basket. Kamu tau ga, si Revan aja ikut. Jangan mau kalah sama dia.”
Ucapan Gilvan tersebut membuat semangat Jojo mulai bangkit kembali. “Iyalah aku bakalan
ikut, akan aku tunjukan kemampuanku.” ucap Jojo dengan pede. Padahal dalam hatinya dia
sangat bimbang dan bingung dengan perkataan yang dia ucapkan. Bel pun berbunyi
menandakan waktu istirahat telah tiba. Para siswa menuju ke kantin hanya tersisa Jojo,Gilvan
dan beberapa temannya saja di kelas. Gilvan adalah sosok teman akrab Jojo dari awal masuk
kelas. Mereka merasa sangat cocok karena berasal dari latar belakang yang sama. Ayah
Gilvan bekerja sebagai tukang permak keliling yang berpendapatan tidak menentu. Maka dari
itu setiap hari mereka tidak pernah pergi ke kantin demi menghemat biaya. “Van gimana ya
menurutmu, kamu tau sendiri aku pengen ikut. Tapi aku ga punya sepatu baru. Sepatuku yang
sekarang aja udah rusak begini.” Jojo meminta saran kepada Gilvan. “Ambil aja di mushola,
kan banyak tu sepatu nganggur.” Ucap Gilvan sambil tertawa kecil meledek Jojo. “Heh,
Sembarangan banget si kamu ngomongnya, entar kalau ketahuan Ibu Guru gimana? Kamu
mau tanggung jawab? Kamu mau aku di tangkap terus ga jadi ikut lomba?” Nada Jojo terlihat
sedikit kesal dengan candaan sahabatnya tersebut. “Heheheh santai broo, aku cuma bercanda
loh. Yaudah kamu tenang aja. Kalau saranku nih ya kamu bikin aja scenario.” Ucap Gilvan
memberikan Ide kepada Jojo. “Hah sce.. apa? sce..scenario? Maksudnya?” Jojo bingung
dengan ucapan yang diutarakan oleh Gilvan. “Iya scenario, Jadi gini…kamu mending minta
uang jajan lebih aja sama orang tuamu.” Jojo pun kebingungan. “HAh? Uang Jajan lebih?
Gila ya kamu, aku minta sepatu aja ga dikasih.” Jojo terheran-heran dengan ide sahabatnya
yang konyol itu. “ Bukan itu, makanya dengerin dulu! Jadi kamu minta uang jajan lebih tapi
ada alasanya. Kamu bohong aja kalau itu buat uang spp yang naik. Kan gak bakalan
ketahuan. Nah Uang yang lebih itu kamu tabung saja sampai kamu bisa beli sepatu.” Gilvan
dengan bangganya menyarankan hal tersebut kepada Jojo. “Hmmmm boleh juga siii, yaudah
deh aku pikir-pikir dulu” Jojo masih memikirkan apa yang dikatakan sahabatnya tersebut.
Hingga bel masuk pun berbunyi kembali pertanda kelas segera dimulai kembali.
Saat bel terakhir berbunyi seluruh siswa SD Dharma Pertiwi pun berhamburan keluar
menunjukkan bahwa kegiatan sekolah telah berakhir. Rena dan Fira bergegas pulang kerumah
dengan menaiki angkot. Sedangkan Jojo pulang bersama Gilvan menaiki sepeda Gilvan.
Sebelum mereka pulang mereka melipir ke lapangan basket terlebih dahulu untuk melihat
para kakak kelas yang sedang berlatih. “LIhat Jo, Ka Juan , dia keren banget. dari cara
dribbling , shooting, wow amazing.” Ucap Gilvan sambil menatap ka Juan, kakak kelas
mereka yang sudah banyak kali memenangkan kejuaraan basket. “ Iya Van bener, aku pengen
kaya dia. Suatu saat aku pasti bisa kaya dia.” Jojo dan Gilvan sambil menatap ke arah
lapangan dengan mematung dan mata yang terbuka lebar. “Heh kalian berdua!” Teriak Kak
Juan kepada Jojo dan Gilvan. Mereka pun saling menatap kebingungan dan melihat sekeliling
mereka. Tak ada orang lain yang berdiri selain mereka. “Iya kalian berdua! sini! cepat!” Juan
meyakinkan mereka bahwa orang yang dimaksud adalah Jojo dan Gilvan. Akhirnya mereka
masuk kedalam lapangan dengan wajah yang sumringah. “Kalian ngapain disitu? Mau main basket juga? Juan pun bertanya. “Heum anu..Kak..hmm anu.” ucap Jojo dengan takut. “Ini
Kak aku nganterin temenku katanya dia pengen ikut lomba basket yang bakalan diadakan
sekolah bulan depan. Makanya kita survey lapangan.” ucap Gilvan sembari meringis
kesakitan karena kakinya yang diinjak oleh Jojo “Awww sakitt Jo, yaudah sih jujur aja siapa
tau ka Juan bisa bantu.” Bisik Gilvan kepada Jojo. “Hehehehe iya Kak” Jojo mengiyakan apa
yang diucapkan sahabatnya tersebut. “Wih mantap aku dukung lah kalau gitu, pas banget kita
lagi latihan nih mau join ga?” Tanya Juan kepada Jojo “Hmmm bolehkah kalau diizinkan.”
ucap Jojo dengan ragu. “Ya boleh lah, yuk gas!” Mereka pun akhirnya bermain bersama
dengan Gilvan yang menyemangati Jojo dari kursi di dekat lapangan. Jojo bermain dengan
sangat bagus namun masih dapat dikalahkan oleh Juan. Hari pun sudah semakin sore yang
menandai berakhirnya pertandingan mereka. Terlihat keringat Jojo yang bercucuran dan
menetes. “Hari ini seru banget. Makasih ya Kak Juan” Jojo berterimakasih kepada Juan yang
telah mengajaknya berlatih basket. “Oke sama-sama, kalau perlu bantuan ke kelasku aja ya.”
Kemudian mereka bersiap siap untuk pulang. Juan pun membereskan pakaian dan sepatunya.
Gilvan harus keluar terlebih dahulu untuk mengambil sepeda yang terdapat di parkiran yang
letaknya agak jauh dari lapangan basket. Hingga tersisa Jojo dan Juan. “Jo aku duluan ya, hati
– hati pulangnya.” Juan pun berpamitan. “Oke Kak makasih banyak.” Jawab Jojo diimbangi
dengan senyum cerahnya. Namun saat Juan berjalan keluar lapangan Jojo menyadari sesuatu
bahwa uang 100 ribu jatuh dari kantong Juan. Jojo langsung berlari menuju jatuhnya uang
tersebut dan ingin memanggil Juan. Tapi niat itu iya urungkan sambil mengambil uang 100
ribu tersebut. “Wah uang 100 ribu ini cukup banget nih buat beli sepatu” gumam Jojo sambil
memalingkan wajahnya dan berucap “Ah tidak tidak ini punya Kak Juan.” ucap Jojo dengan
penuh kerutan di wajahnya yang sedang memikirkan antara mengembalikan uang tersebut
atau mengambilnya dan membeli sepatu baru. “ Tapi duit ini sangat cukup buat beli sepatu.
Aku jadi ga usah minta Ayah dan Ibu lagi apalagi harus berbohong menambah uang jajan.”
Ucap Jojo dengan kebingungan. “Tapi kalau Ibu dan Ayah penasaran bagaimana aku dapat
uang ini gimana? apa yang bakalan aku ucapkan? Huft, yaudah deh mending duit ini aku
simpan dulu.” Akhirnya uang 100 ribu yang Jojo temukan ia masukan kedalam kantong
tasnya. Gilvan yang masuk setelah dari mengambil sepeda mulai kebingungan mengapa Jojo
berdiri ditengah -tengah lapangan layaknya patung. “Jo kenapa kamu? apa terjadi sesuatu?”
Tanya Gilvan dengan heran. “Oh engga, engga, aku cuma pengen berdiri aja disini heheh,
yaudah yuk yuk balik lagian kamu ngambil sepeda lama banget Van.” Protes Jojo kepada
Gilvan. “Yaelah ya maaf namanya juga dari ujung ke ujung. Lapangan basket diujung sini
parkiran diujung sana. ya jauhlah.” Jawab Gilvan dengan nada kesal “Heheh yaudah yuk
balik.” Mereka pun akhirnya kembali kerumah dengan menaiki sepeda dan menelusuri
gang-gang sempit yang terdapat di perkotaan itu.
Sesampainya dirumah Jojo langsung berlari menuju kamarnya. Ibu yang melihat tingkah aneh
Jojo pun heran. Tidak biasanya Jojo seperti itu yang biasa mengucap salam sesampainya di
rumah. “Jo, kenapa kamu langsung masuk kamar nak,ga mengucapkan salam dulu. Kesambet
apa kamu nak. Pulang juga sore banget.” Ucap Ibu dengan terheran -heran “Anu bu tadi aku
habis main sama Gilvan, capek, mau istirahat.” Ucap Jojo dar dalam kamar. Di Dalam kamar
tersebut Jojo langsung membuka kantong tas yang berisi uang 100 ribu tersebut. Jojo
mengambilnya dan menatapnya. “Apa uang ini aku belikan sepatu saja ya? Ah aku ga perlu
kasih tau Ayah dan Ibu nantinya toh nanti sepatunya juga bisa diumpetin. Lagian ka Juan juga
ga bakalan nyari uang ini lagi. Dia pasti mikir kalau uang ini jatuh dijalan.” Kemudian Jojo
pun dengan pemikiranya mantap menggunakan uang tersebut untuk membeli sepatu basket.
Hari Berikutnya adalah hari minggu yang dimana anak-anak libur untuk sekolah. Saatnya
Jojo, Rena, dan Fira mendapatkan jatah untuk membantu Ayah dan Ibunya menyiapkan
perlengkapan berjualan. “Fir ambilin daun bawang yang dimeja ya!” Perintah Ibu kepada Fira
untuk mengambilkannya daun bawang yang ada di meja. “ Oke siap Ibu.” Dengan pose Fira
yang berdiri tegak sambil hormat bak pak polisi. Keluarga tersebut pun terhibur dengan
tingkah Fira yang lucu. Setelah semuanya sudah beres, Jojo berencana untuk pergi ke toko
sepatu. “Mau kemana Jo” tanya Ibu. “Belajar kelompok Bu.” Tanpa curiga Ibu
memperbolehkan Jojo untuk pergi keluar dengan tas ranselnya. Jojo pun menatih langkah
demi langkah ke toko sepatu dia merasakan kegembiraan yang sangat luar biasa karena
sebentar lagi ia akan mendapatkan sepatu baru dan mengikuti pertandingan basket.
Sesampainya di toko, Jojo langsung memilih sepatu yang ia mau dan mencobanya. Saat
mencoba di depan kaca, Jojo sudah membayangkan bagaimana senangnya ia saat mengikuti
pertandingan tersebut dan memenangkanya. Setelah mencoba akhirnya Jojo menuju kasir.
Harga sepatu tersebut tertera 96 ribu di layar kasir. Jojo pun segera mengambil uang yang ada
di saku tasnya tersebut. Namun, bak pohon yang tersambar petir. Jojo sangat kaget. Uang 100
ribu yang disimpan di saku tersebut telah hilang. Jojo pun mulai panik dan mencari diseluruh
kantong tasnya dan tidak menemukannya. Dia sangat sedih dan ingin menangis karena malu
tidak bisa membayar sepatu tersebut. Akhirnya Jojo keluar dari toko tersebut dengan bersedih
hati. dia sangat sedih dimana letak uang tersebut yang jelas jelas ia sangat jelas mengingatnya
bahwa uang tersebut terdapat di kantongnya. Tiba -tiba hujan pun datang seolah olah mengiri
kesedihan Jojo hingga ia meneteskan air mata. Lalu memutuskan berteduh di emperan trotoar
dan merenung. Sedih karena gagal untuk membeli sepatu impiannya, tapi disisi lain ia juga
sadar bahwa mungkin hal tersebut sama halnya dirasakan oleh Kak Juan yang uangnya telah
ia ambil. Jojo mulai berpikir bahwa mungkin ka Juan ingin membeli barang tapi tidak bisa
karena uangnya telah hilang. “bagaimana jika uang itu hasil tabunganya? pasti dia sangat
sedih.” Dengan peristiwa yang telah ia alami tadi ia mulai menyadari bahwa uang tersebut
bukan haknya. kemudian ia berencana untuk menuliskan sebuah kertas kepada Juan dan
meminta maaf. Jojo kemudian mengambil buku yang ada di tasnya. Tapi dia sangat terkejut
bahwa uang yang dikira hilang ternyata terselip di buku tersebut. Jojo Pun merasa senang
karena uang yang ia pikir hilang ternyata hanya terselip diantara buku-buku. Setelah itu Jojo
tetap bertekad untuk mengembalikan uang tersebut kepada Juan karena ia berpikir bahwa itu
bukan haknya. Jojo pun kembali kerumah dan menceritakan kejadian yang telah ia alami
kepada keluarganya. Ayah dan Ibu pun yang awalnya sedikit kesal dengan Jojo berakhir
dengan rasa bangga kepada Jojo yang sudah mau berkata jujur. kemudian Ayah dan Ibu Jojo
memeluk Jojo dengan erat. Walau memang dirasa sangat berat oleh Jojo untuk
mengikhlaskan uang tersebut. “Toh aku bisa ikut lomba tahun depan lagi, sekarang aku mau
fokus buat nabung dulu deh.” ucap Jojo dengan lantang.
Keesokan harinya Jojo dan Gilvan berangkat sekolah bersama. Seperti biasa mereka banyak
membicarakan banyak hal. “Van nanti ikut aku ke Kak Juan ya.” Jojo mengajak Gilvan untuk
menemui Kak Juan “Oke siap Bos!” Gilvan langsung menerima ajakan Jojo tersebut. Lalu,
bel pulang sekolah pun berbunyi, Jojo dan Gilvan segeran menuju lapangan basket dan
melihat Juan sedang duduk dan tidak latihan. Wajahnya tampak murung tidak ceria seperti
biasanya. “Hai Kak Juan, kok gak latihan?” Tanya Gilvan kepada Juan. Jojo melihat ekspresi
Juan yang berbeda yang membuatnya semakin bersalah. “ Eh kalian, nggak lagi pengen
santai aja.” Ucap Juan dengan bohong padahal ia sedang memikirkan dimana uang 100 ribu
miliknya. “Kenapa Ka, cerita aja kalau ada masalah.” Ucap Jojo sambil memancing dan ingin
memastikan bahwa sikap Juan berbeda dikarenakan uang 100 ribu nya yang telah hilang.
“Hmm jadi gini, kalau boleh jujur aku kemarin kehilangan uang 100 ribu, aku bingung harus
cari kemana lagi. Semua penjuru sekolah udah aku puterin tapi uang itu ga ketemu- temu.
Aku sudah berusaha mengikhlaskan sih. Padahal uang itu mau ku pakai buat beli kaos basket
Jersey yang baru.” Dugaan Jojo pun benar adanya. Tanpa berlama-lama Jojo mulai
menceritakan keadaan yang sebenarnya terjadi hingga akhirnya dia mengembalikan uang
tersebut kepada Juan. Diiringi dengan Gilvan yang sangat kaget. Juan pun sangat bersyukur
dengan itu. Merasa kasihan dengan Jojo, Juan pun menawari sepatunya yang sudah kekecilan
namun dalam kondisi masih bagus untuk Jojo pakai saat pertandingan. “Ha serius Ka?”
dengan ekspresi Jojo yang sangat gembira. “Iya serius sepatuku yang lama masih bagus kok,
muat buat kamu soalnya aku udah kekecilan.” Jojo pun akhirnya merasakan bahagia karena
impiannya akan benar dan sangat akan terwujud dalam waktu dekat. “Terimakasih banyak
Kak” sambil menjabat tangan juan. Gilvan ikut berbahagia dengan sahabatnya itu. Akhirnya
ia bisa melihat sahabatnya meraih mimpinya. “Pokoknya aku dukung kamu terus Jo,HEH
LIHAT KALIAN SEMUA JOJO BAKAL IKUT TANDING BASKET!!!! HARUS PADA
NONTON YA!!” teriak Gilvan ditengah tengah perjalanan pulang mereka tak pedulikan
siapapun yang dengar. Mereka pun tertawa lepas penuh bahagia.
Hari pertandingan pun tiba. Semua siswa hingga guru bergemuruh dan menuju lapangan.
Gilvan,Rena, Fira, Juan hadir untuk mensupport Jojo. “Go Jojo Go Jojo Go, JOJO KAMU
PASTI BISA! SEMANGATTTTTT!!” teriak Rena kakak Jojo dar pinggir lapangan. Diikuti
oleh Gilvan dan Juan “JOO KITA DISINI BUAT DUKUNG KAMU!” Tak tertinggal suara si
mungil fira “AYO KA JOJO PASTI BISA BAWA PULANG PIALA ITU.” Dengan penuh
semangat yang membara dan sepatu pemberian Juan Jojo pun berusaha fokus. Lawan Jojo
merupakan Revan yaitu siswa kelas 4B. “BAIKLAH ANAK-ANAK SEMUA
PERTANDINGAN BASKET HARI INI AKAN KITA MULAI DENGAN KELAS 4A VS
4B!! Beri tepuk tangan yang meriah!!!!!!!” Semua orang pun memberikan tepukan. Peluit
pun mulai berbunyi yang menandakan pertandingan basket telah dimulai. Pertarungan sengit
antara team Jojo dan Revan sangat terlihat dalam pertandingan tersebut. Di menit ke-10 menit
team Jojo berhasil mendapatkan poin pertamanya diselingi oleh teriakan pendukungnya.
“YEAY MASUK!!!” teriak Juan. 10 menit kedua team Revan yang mencetak poin.
Begitupun seterusnya hingga babak terakhir. di Babak terakhir poin yang terkumpul adalah
23 vs 23 yang menandakan poin yang seimbang antara kedua tim. Istirahat Pun diperlakukan
hanya 10 menit. “Jo di babak terakhir ini kamu jangan main slow terus, kamu harus pake
taktik cerdik yang udah aku ajarin ke kamu kemarin, biar tim lawan kalah oke.” Juan
memberi nasihat kepada Jojo “Iya Jo, buktiin kamu bisa jadi juara.” ucap Gilvan menambah
semangat. “Ok kawan, akan ku lakukan semaksimal mungkin.” Babak terakhir pertandingan
sepak bola pun dimulai. Ini adalah saat – saat yang paling menegangkan bagi Jojo. Kalau Jojo
boleh bilang, Revan memang musuh yang sangat sulit ditaklukan karena kemampuannya
yang sangat cerdik. Tapi Jojo yakin ia bisa mengalahkanya. Saat pertandingan dimulai dan
berlanjut Jojo mulai menyadari bahwa Revan melakukan kecurangan. Revan beberapa kali
sengaja menyenggol Jojo dan berusaha menghalanginya agar terjatuh. Tapi untung Jojo
mempunyai keseimbangan yang bagus. Jojo juga melihat team Revan melemparkan kelereng
kepada team Jojo dengan tujuan team Jojo terpeleset. Saat Jojo hendak memasukan bola
tersebut kedalam ring, Jojo terpeleset oleh kelereng tersebut yang menyebabkan ia gagal
mencetak poin. Pendukung Jojo pun bersorak. Lalu poin berhasil dicetak oleh tim Revan.
Juan dan Gilvan langsung menuju lapangan untuk membantu Jojo. Jojo sangat bersedih
karena dia tidak berhasil mencetak poin akhir pertandingan. “Aku gagal, Aku gagal.” Ucap
Jojo dengan menahan rasa sakit di kakinya akibat terjatuh. “Engga Jo kamu ga gagal, kamu
menang. Lihat kamu jatuh gara gara ini kan?” Sambil mengambil kelereng yang
menyebabkan Jojo terjatuh karena dilempar oleh tim Revan. “Aku juga kemarin melihat Pak
Budi dan Revan sedang ngobrol. Terus Revan kaya bawa amplop coklat gitu, jangan – jangan
Revan menyogok Pak Budi biar timnya menang.” Rena menambahkan. “Tenang aja Jo kamu
pasti bakalan menang.” Gilvan menyemangati. Di sisi lain Tim Revan dan pendukungnya
bersorak gembira karena mereka pikir mereka telah berhasil memenangkan pertandingan itu.
Waktu pengumuman pun tiba untuk mengumumkan hasil pertandingan basket kelas 4, 5 dan
6. Pak Budi selaku guru olahraga,memberikan medali kepada juara kelas 6 kemudian 5. Saat
yang ditunggu-tunggu yaitu pengumuman kejuaran kelas 4 Jojo masih berharap untuk ia
memenangkan pertandingan tersebut. Karena dengan bukti yang terkumpul sudah sangat
meyakinkan bahwa ia kalah bukan karena 100% kesalahanya. Namun ada kecurangan dari
pihak tim lawan. “Baik saat yang ditunggu-tunggu pengumuman kelas 4. Untuk pemenang
lomba basket pada tahun ini dimenangkan oleh…….KELAS 4 B!!.Selamat kepada kelas 4B
silahkan naik ke podium.” Deg, jantung Jojo terasa berhenti sesaat. Dadanya nampak sesak
tak terima dengan kekalahannya. Ia ingin mengadu tapi ia tahu tak bisa banyak berbuat. Yang
ia bisa lakukan kali ini hanya pasrah dan menerima kenyatan yang pahit. Namun tiba-tiba
Juan dengan Sigap maju kedepan dan lantang mengucap “STOP.” Semua orang pun terdiam
dan tercengang “Lomba macam apa ini Pak Budi, Pak Budi sebagai seorang guru seharusnya
bijaksana, bukan seenaknya. Lihat ini berapa banyak kelereng yangs saya temukan di
lapangan tadi. Apakah Pak Budi tidak melihat? Atau pura-pura ga melihat? Jojo jatuh 100%
bukan kesalahanya tapi ini adalah kesalahan yang disabotase. Semua murid yang berada di
lapangan termasuk guru-guru mulai berspekulasi negatif kepada pak Budi dan team Revan.
Dari arah selatan Rena kakak Jojo juga ikut maju kedepan “Kemarin saya juga melihat bahwa
Revan memberikan amplop kepada Pak Budi. Apalagi kalau bukan sogokan?” ucapan Rena
diikuti oleh sorakan kekecewaan murid-murid yang menonton. Mereka mulai melempari
botol dan kertas ke arah Podium. Sikap Pak Budi dan tim Revan pun kebingungan dan
menutupi rasa malu dan langsung turun dari podium. Pak Yanto melihat kejadian tersebut
langsung sigap dan mengapresiasi tindakan Heroik Juan dan Rena yang telah
mengungkapkan kecurangan selama pertandingan tersebut berlangsung. “Oke Baik
anak-anak sekalian, mohon maaf atas kekacauan yang berlangsung. Karena salah satu Bapak
Guru dan murid kita melakukan kecurangan dan sudah nampak jelas buktinya. Bapak
umumkan bahwa pemenang lomba basket pada tahun ini jatuh kepada kelas 4 A!!! untuk Jojo
dan tim dipersilahkan untuk menjuku ke podium.” Jojo kaget dan ikut terharu mendengarkan.
Ia sangat bahagia akhirnya dia berhasil memenangkan pertandingan tersebut. Kemudian Jojo,
Juan , Gilvan ,Rena, dan Fira, saling berpelukan haru atas menyambut kemenangan yang
selama ini Jojo nantikan. Akhirnya dengan dibantu oleh Juan dan Gilvan, Jojo menaiki
panggung dan menerima hadiah piala emas dan uang total senilai 400 ribu. Jojo pulang
dengan membawa piala emas di dadanya. Ayah dan Ibu yang sedang beres – beres dagangan
sangat kaget melihat Jojo pulang dengan membawa piala. Keluarga tersebut menangis haru
sekaligus bangga dengan Jojo. Dari kisahnya tersebut ia mendapat pelajaran bahwa kejujuran
adalah kunci keberhasilan dalam menggapai mimpi.