Tips Melahirkan Secara Alami (Kisah Bunda Leoni)
0.51 – 2.47 (Water Birth)
N : Waktu itu saya mikirnya ya itu tadi bagaimana caranya bisa melahirkan anak-anak ini bisa apa ya, bisa terhandle pasukan saya ini, iya gabisa ninggal anak istilahnya. “dokter saya ada rencana untuk water birth dokter, dokter pandangannya gimana ?”. Welcome sekali, cuman “dokter saya mau water birth kira-kira bagaimana ?” “duh bu disini tidak boleh memungkinkan” “yasudah dokter gapapa saya bawa kolam sendiri” “saya masih terhalang izin” “kalau dirumah saya gimana ?” “yaitu tadi masih terhalang izin”.
N : Terus ternyata single birth nya kan saya sudah punya, tapi senangnya itu ya karena banyak konco (teman) gitu. Sudah banyak yang inilah istilahnya memasyarakat mau memperjuangkan si keluarga itu jadi lebih berani, apa lagi ada birthday VBAC. Saya kan gak tau, taunya itu kan kalau sudah sesar itu kan gaboleh normal, kalau ada birthday VBAC itu jadi tambah semangat lagi. Yasudah mulai saya ini sudah saya, saya browsing, sudah mau wawancara sama orang-orang yang pernah apa, melahirkan dirumah. Kan saya unassited, setelah cari sumber-sumber itu, saya mulai mengedukasi ke suami dan anak-anak. Cara mengedukasi anak-anak itu ini, saya sambil bercerita, saya sering melakukan ini apa mandi bersama jadi berenang bersama di kolamnya itu saya. “nak ini umi belikan kolam renang ini buat adik nanti” “nanti adiknya seperti ini, seperti ini” saya tunjukan water bath itu seperti apa. “waahh.. umi nanti adiknya berenang ?” “iya” seperti itu.
2.48 – 3.42 (Gentle Birth)
N : Istilahnya, ternyata gentle birth itu ya persalinan syar’i, cuma karena orang belum banyak tau bahwa gentle birth itu istilahnya mensyar’i kan dari persalinan syar’i itu ya. Gentle birth itu kan yang penting adalah mengenai diri sendiri dulu. Jadi saya akhirnya tau bahwa saya kalau kontraksi, proses kontraksi nya lama. Jadi bisa lebih dari 12 jam seperti itu, jadi saya harus santai jadi gaboleh panik padahal itu pun kalau dirumah sakit kan berapa jam harus pembukaan berapa, berapa jam harus pembukaan berapa, seperti itu. Terus kemudian saya jadi tau ternyata apa, rahim saya itu tinggi juga berbelok seperti itu. Jadi akhirnya saya proses belajarnya itu, dari situ
3.43 – 11.03 (Proses Kelahiran)
N: Dari subuh itu, si mbak ini kan masih nenen, masih nenen masih ASI gak mau copot, dari subuh jam, jam 03.00 pagi itu ini nenen terus sampai jam 07.00, jam 07.00 itu dia copot, cuma kemuadian langsung “taass…” ngonten (gitu). Jadi keluar lendirnya, itu lendir ranja kata suami saya. Saya tanya suami “yah ini apa ?” “oh ini lendir” lendir aja campur pipis karena saya nahan dari pagi kan belum sempat. “yasudah” nah itu terus perut udah kontraksi, teratur langsung teratur. Jadi awalnya ndak (gak) ada, langsung teratur langsung bisa di itungin, oh ya ini, ini berarti saya sudah mau lahiran “jadi ayah tolong ini apa namanya, pokoknya siap-siap” “nanti tugasnya ayahnya seperti ini, seperti ini, seperti ini, nanti Ayah harus ngangkat kepalanya bayi” kata saya gitu kan, “kie opo carane ? (ini apa caranya)” “saya, saya ajarin, saya ajarin nanti”. Iya jadi saya langsung ini, asal saya langsung ajari bukaannya anu, saya refresh lah istilahnya. “terus nanti anak-anak di kondisikan seperti ini, seperti ini, seperti ini” tapi sebelum itu terus dia begini dulu “terus mbak bidan nya yang di belakang itu gimana ?” anu ya terus saya cerita, dia setres, dia setres berat, karena ya takut kan waktu itu, apalagi itu tuh gak ada yang mau nolong, gak ada tenaga kesehatan yang mendampingi. “yasudah telfon, telfon ini bidan-bidan yang kemarin yang sempat kamu survey”. Setelah itu, terus ternyata semuanya ndak, ndak (gak) menyanggupi. Akhirnya sampai mau dzuhur itu “yasudah yah, kita anu jalani bersama”. Karena melihat saya gak yang heboh seperti itu dianya akhirnya semakin mantap, anak-anak pun juga tenang ya maksudnya biasa saja, biasa beraktivitas biasa. Saya ketika kontraksi tuh sempat mompa ininya, terus ternyata kolamnya tuh bocor “ayo yah ini nembelkan dulu ke yang punya tuh”. Jadi Ayah sama anak-anak tuh sempat menembelkan dulu. Saya ya masih ini, momong si mbaknya itu tadi, masih sempat ini tadi apa, ya dolan-dolan (main-main), momong kemana-mana gitu, sambil menikmati ininya kontraksinya. Tapi ya memang karena kita relax, kita gak terburu gak dijamin gak apa jadinya kita memang, bisa mengendalikan ininya kontraksinya, memanagement kontraksinya jadi saya tidak, tidak kehabisan tenaga ketika, seperti kalau kita nunggu diam aja, kaya di tempat tidur aja, makan masih seperti biasa. Setelah kolam di, datang ya itu terus saya berenang kan inshaAllah. Sudah jam 13.00 siang, saya berenang sama anak-anak saya, pokoknya saya puas-puas kan anak-anak sambil nunggu. Waktu itu kan siang udaranya panas, saya gak perlu air hangat, gaperlu air hangat. Jadi itu sudah menghangatkan saya, awalnya kan karena suhu kalau sudah apa, hamil besar.
Jadi saya waktu itu sendiri dan nanya apa istilah kalau sesar rasanya gini kali ya. Bahwa Allah itu sudah mempersiapkan semuanya, di apa ? leher rahim itu keluar, keluar apa keluar zat-zat apa kaya lendir-lendir yang sangat membantu untuk persalinan, lendir-lendir yang membunuh bakteri, lendir-lendir yang semuanya sesuai fungsinya itu. Kemudian setelah itu, semakin kencang, semakin kencang. Anak saya yang cowok-cowok ini duduk juga di sebelahnya, iya di sebelahnya kolam lah, di depan nya pintu kamar mandi itu sambil nungguin saya gitu. Hadapan saya sama suami ku nyemplung, istilahnya nyemplung ayo Yah, pokoknya suami mijitin saya, pokoknya ya saya ketika itu kontraksi yang sangat sakit itu katanya bingung, sempat bingung. Saya itu kan riwayatnya air ketuban itu kan biasa nya dipecah, “nah ya ini gimana cara mecahnya ?” “ehhmm.. gak tau yaudah itu nanti aja nanti ya kalu pun putus ya gak apa-apa, ada kok artikelnya” kata saya gitu. Yasudah ternyata ada fase dimana saya harus ini apa pokoknya, posisi posisi melahirkannya itu, posisi badan saya itu ke belakang sersandar doyong ke belakang seperti itu akhirnya ketubannya pecah “cceess…” gitu “loh apa itu ?” “oh itu air ketuban” dari situ lah saya sudah mulai merasakan, anaknya gimana ? sampai mana ? jadi saya mau posisinya seperti apa ?, itu terus mengalir seperti itu. Bahkan mengejangnya pun tidak seperti ketika hhmm apa rumah sakit, klinik maupun di bidan.
Jadi mengejangnya ya se natural mungkin memang, karena saya, saya ini kan nafasnya pendek-pendek istilahnya kalau mengejang tak bisa panjang. Jadi ya memang Allah sudah mengatur sedemikian rupa, bahkan saya sempat tertidur ketika mengejang itu sempat. Jadi ya itulah bayinya lahir sendirian. Alhamdulillah dan alami dan selamat, bahkan si Ayahnya pun “yaAllah seperti ini ya melahirkan ini”. Kan petunjuknya itu kan langsung di IMD, jadi sambil nunggu plasenta lahir, saya nyusuin anaknya. Dan sekitar 15 menit iya sambil nunggu palsenta lahir. Nah kebetulan setelah bayi keluar ini, Ibu saya tuh datang dari luar kota, terus sama sama suami “Yah tolong dikasih tau” Ibu saya orangnya puuuaanikan jadi wes ya Allah ngeliat saya tuh saya tuh di giniin “ya Allah…” jadi puaanik jadi wak pokoknya yang tadinya tenang, slow eh jadi panik tapi wes rapapa ( udah gapapa), bayinya yang penting wes keluar, anaknya juga sehat, sudah menangis juga, tenang anaknya dan memang kalau habis melahirkan secara seperti itu kan anaknya memang sudah waktunya melek ya, ya gak tidur mau lihat, lihat aja, lihat orang-orang, lihat masnya, lihat ini sambil nenen.
11.04 – 11.46 (Perawatan Lanjutan)
N : Ketika di rumah sakit pun, ketika dokter juga sudah gak kaget istilahnya, karena sebelum melahirkan dirumah saya sudah konsul istilahnya saya sudah ceritakan ke dokter. Jadi kami ngobrolnya ya “tadi gimana bu ?”. Jadi beliau penasaran sama prosesnya. Enak sekali dokternya gak udah, gak dimarahin. Kan beliau cuma mau meriksa ininya saya, apa organ kewanitaan nya maksudnya ada atau gimana, masih ada yang tertinggal gak plasentanya seperti itu. Jadi anak ke empat, bebe ASI, unassisted dan water bath combat.